Dari kanan : Ustadz Ach. Fawaid, S.Hum Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Muhammadiyah Pamekasan. Tengah : Dr. KH. Saad Ibrahim, M.A Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Kiri : Ustadz Muhammad Arifin, S.Ag.,M.Ag Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
LENSADAKWAH.COM – Di Aula Mitra Nusantara BPMP DKI Jakarta, pada tanggal 12 November 2024, siang hari terasa istimewa. Seperti ada getaran lembut yang merasuk ke dalam jiwa setiap da’i yang berkumpul dari seluruh pelosok negeri. Di hadapan mereka, berdiri sosok Ustadz Muchammad Arifin, S.Ag., M.Ag., Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menyampaikan pesan yang sarat makna tentang Laporan Perkembangan Dakwah Komunitas dan Peran Strategi Dakwah Nasional. Sesi ini bukan hanya sebuah pertemuan biasa, melainkan seberkas cahaya yang menyala, menyinari para da’i yang hadir dengan arah dan makna baru tentang dakwah yang penuh kasih dan kebijaksanaan.
Dengan nada yang tenang, Ustadz Arifin memulai dengan pengingat yang sederhana tapi begitu dalam: dakwah bukan sekadar niat baik, melainkan pemahaman yang tepat tentang arah dan tujuan. Untuk menggambarkan pesan ini, ia menampilkan sebuah video—kisah seorang kakek tua yang peluhnya mengalir, mendaki tangga dengan membawa beban. Ketika kakek itu berhenti sejenak, seorang pemuda datang berniat membantu, tapi alih-alih meringankan, ia malah membawa barang itu ke bawah, menghapus segala usaha sang kakek untuk mencapai puncak. Melalui kisah sederhana ini, Ustadz Arifin menyampaikan, “Niat baik itu sia-sia tanpa pemahaman akan tujuan.” Sebuah pesan yang menggugah hati, mengajak setiap da’i merenungkan makna niat dalam setiap langkah dakwah mereka.
Lalu, Ustadz Arifin beranjak pada inti dakwah: “BerDakwah itu disampaikan, bukan dipaksakan.” Kalimat ini, meski sederhana, membawa sebuah gelombang pemahaman yang dalam. Dakwah adalah panggilan hati, bukan paksaan. Tugas seorang da’i hanyalah menabur benih kebaikan dengan penuh kelembutan, menyerahkan sisanya kepada kuasa Ilahi. Tidak ada tempat untuk kekerasan atau pemaksaan. Hanya dengan kebijaksanaan dan kasih, dakwah akan menjelma menjadi jalan yang mampu menuntun, mengajak, tanpa memaksa. Kata-kata ini mengalun lembut, namun mengendap dalam, menyadarkan setiap da’i bahwa dakwah sejatinya adalah cinta yang disampaikan dengan penuh kerendahan hati.
Ustadz Arifin kemudian berbicara tentang toleransi yang telah menjadi bagian dari denyut nadi Muhammadiyah. “Jangan ajarkan Muhammadiyah tentang toleransi,” ujarnya. “Muhammadiyah telah lama khatam dalam pelajaran ini.” Sebuah pernyataan yang bukan sekadar kata-kata. Beliau menyampaikan bagaimana Muhammadiyah mendirikan Universitas di Papua, di mana 80% mahasiswanya adalah non-Muslim, memberi mereka tempat belajar tanpa perbedaan. Tidak hanya itu, Muhammadiyah memfasilitasi para guru untuk mengajar sesuai keyakinan masing-masing. Sikap ini bukan sekadar teori, melainkan tindakan nyata bahwa toleransi tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupi—menjadi cahaya yang menyinari seluruh Nusantara dengan damai.
Dan akhirnya, penutup dari sesi itu adalah kalimat yang ringkas namun penuh makna: “Toleransi adalah menghormati, menghargai, tapi tidak harus mengikuti.” Kata-kata ini menyiratkan sebuah pemahaman mendalam tentang toleransi, bahwa menghormati bukan berarti mengaburkan keyakinan diri atau mengikuti keyakinan orang lain. Toleransi adalah jembatan yang kokoh, sebuah kasih yang menghargai tanpa menuntut balasan. Pesan ini menancap dalam di hati para da’i yang mendengarnya, seolah mereka diingatkan kembali bahwa dakwah sejati bukan hanya tentang menyampaikan Islam, melainkan tentang mencintai manusia dengan ikhlas, tanpa memaksa atau menghakimi.
Sesi itu berakhir dalam keheningan yang penuh arti. Di antara gemuruh tepuk tangan, para da’i pulang dengan hati yang penuh keinsafan. Kata-kata Ustadz Arifin menyala dalam diri mereka, menuntun setiap langkah mereka dengan tekad baru—bahwa dakwah adalah sebuah perjalanan panjang, di mana cinta, kebijaksanaan, dan ketulusan menjadi penunjuk jalan. Di bawah langit Jakarta yang teduh, para da’i ini menyadari bahwa tugas mereka bukan untuk memaksa, melainkan untuk menyampaikan, menginspirasi, dan membiarkan cahaya Islam menyapa setiap jiwa dengan kelembutan yang memeluk dan memberi damai.
Oleh Ach. Fawaid, S.Hum – Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Muhammadiyah Pamekasan .