Oleh: Muchamad Arifin
LENSADAKWAH.COM – Shalat dalam Islam adalah bentuk komunikasi tertinggi antara seorang hamba dengan Allah SWT. Ketika seorang Muslim berdiri untuk melaksanakan shalat, ia tidak hanya menjalankan kewajiban, tetapi juga menghadirkan dirinya sepenuhnya di hadapan Sang Pencipta. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” (QS. Thaha: 14). Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama dari shalat adalah menghadirkan Allah dalam hati dan pikiran, sebagai bentuk dialog penuh kesadaran dengan-Nya.
Shalat dimulai dengan takbiratul ihram, di mana seorang Muslim mengucapkan “Allahu Akbar” (Allah Maha Besar) sambil mengangkat kedua tangan. Gerakan ini melambangkan pelepasan diri dari segala urusan duniawi dan fokus sepenuhnya kepada Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian berdiri untuk shalat, maka ia sedang bermunajat (berbicara) dengan Tuhannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini berarti bahwa shalat bukan sekadar gerakan fisik, tetapi momen di mana seorang Muslim berbicara langsung kepada Allah.
Bacaan dalam shalat, terutama Surah Al-Fatihah, adalah inti komunikasi ini. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa Allah merespons setiap ayat yang dibaca oleh hamba-Nya. Misalnya, ketika seseorang membaca “Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin” (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam), Allah menjawab, “Hamba-Ku memuji-Ku.” (HR. Muslim). Hal ini menegaskan bahwa dalam shalat, ada interaksi nyata antara seorang hamba dengan Tuhannya. Setiap bacaan adalah ungkapan penghormatan, permohonan, dan pujian yang langsung diterima oleh Allah.
Gerakan-gerakan dalam shalat juga memiliki makna mendalam sebagai bentuk penyerahan total kepada Allah. Saat rukuk, seorang Muslim merendahkan dirinya sambil mengagungkan Allah dengan mengucapkan, “Subhana Rabbiyal Adzim” (Mahasuci Tuhanku yang Mahaagung). Ini adalah bentuk pengakuan bahwa segala kekuatan dan kebesaran hanya milik Allah. Kemudian, saat sujud—posisi terendah secara fisik—seorang Muslim justru berada dalam kedekatan tertinggi dengan Allah. Rasulullah SAW bersabda, “Saat paling dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah doa saat itu.” (HR. Muslim). Dalam sujud, seorang Muslim tidak hanya memuji Allah tetapi juga mengungkapkan segala kebutuhan, harapan, dan permohonan dengan penuh ketulusan.
Selain itu, shalat juga merupakan momen pengakuan dan permohonan ampunan kepada Allah. Bacaan seperti “Rabbighfirli” (Ya Allah, ampunilah aku) menunjukkan bahwa shalat adalah sarana untuk memperbaiki hubungan dengan Allah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya).” (QS. Al-Ankabut: 45). Ayat ini menegaskan bahwa shalat tidak hanya membangun komunikasi, tetapi juga memperbaiki jiwa seorang Muslim dengan menjauhkan dirinya dari dosa.
Shalat juga menjadi bukti bahwa Allah selalu dekat dengan hamba-Nya. Allah berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa ketika ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 186). Dalam shalat, seorang Muslim merasakan kedekatan ini. Bahkan ketika ia melaksanakan shalat sendirian, Allah tetap mendengarkan setiap kata dan memperhatikan setiap gerakan.
Shalat juga menjadi pengingat akan posisi manusia di hadapan Allah. Dalam setiap rakaat, seorang Muslim membaca “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan). Kalimat ini adalah pengakuan bahwa manusia bergantung sepenuhnya kepada Allah, baik dalam ibadah maupun dalam setiap aspek kehidupannya. Ini adalah bentuk komunikasi yang penuh penghormatan dan pengakuan akan kekuasaan Allah.
Keseluruhan shalat, dari takbiratul ihram hingga salam, adalah dialog yang terus berlangsung antara hamba dan Allah. Tidak ada perantara dalam shalat, sehingga seorang Muslim dapat mencurahkan isi hatinya langsung kepada Tuhannya. Ketika shalat dilakukan dengan khusyuk dan penuh kesadaran, ia menjadi momen yang sangat intim dan mendalam, di mana seorang Muslim merasakan kedamaian, ketenangan, dan keyakinan bahwa Allah selalu mendengar dan memperhatikan.
Dengan demikian, shalat adalah lebih dari sekadar kewajiban; ia adalah sarana komunikasi langsung dengan Allah yang membangun kedekatan spiritual, memperkuat keimanan, dan menenangkan jiwa. Shalat mengajarkan bahwa Allah selalu dekat dan selalu siap mendengar hamba-Nya kapan pun mereka mendekatkan diri melalui ibadah ini.
Penulis: Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah