Lensadakwah.com – Hijrah menjadi sangat penting dalam rentetan peristiwa sejarah Islam. Hal itu karena Hijrah menjadi simbol kebangkitan Islam secara komunal (jama’i). Sehingga wajar saja jika Kalender Islam dimulai dengan peristiwa Hijrah. Walaupun Hijrahnya Rasul tidak terjadi di awal bulan Muharram. Justeru sebagian mengkalkulasi dan menyimpulkan jika Hijrah Rasul justeru terjadi pada sekitar bulan Safar.
Kali ini yang ingin saya gambarkan sedikit adalah situasi dua malam pertama Hijrah Rasulullah yang sangat menegangkan itu. Malam keluarnya Rasulullah dari rumahnya. Dan satu malam sebelumnya. Dua malam ini adalah malam yang menegangkan. Selain tentunya, menurut para Ulama, 8 atau 9 hari/malam perjalanan ditambah 2 malam di gua Tsur itu.
Di Kamis malam itu, menurut Ibn Ishak, para Kepala suku Mekah minus Abu Lahab dari suku Hashim dan Abi Hatim mengadakan pertemuan yang sangat rahasia. Abu Lahab tidak diundang karena bagaimanapun juga pastinya sebagai sesama suku dia akan menolak untuk kemenakannya (Muhammad) dieksekusi. Sementara Abi Hatim tidak diundang karena dia yang telah menjamin Rasulullah tetap tinggal di Mekah sejak tekanan-tekanan musuhnya semakin menjadi-jadi pasca kematian Paman (Abu Tholib) dan isterinya Khadijah (RA).
Pertemuan ekstra rahasia itu dipimpin oleh Abu Jahal. Sesaat menjelang pertemuan dimulai tiba-tiba pintu ruangan itu diketuk oleh seseorang. Di saat pintu dibuka nampak seseorang yang sudah tua berdiri di depan pintu. Ketika ditanya siapa gerangan orang itu, dia menjawab: “saya fulan dari Nejed”. Artinya dia buka dari kalangan orang Mekah. Dia pun meminta agar diizinkan ikut pertemuan itu dengan harapan dia ada masukan yang sangat penting.
Pertemuan itupun dibuka oleh Abu Jahal. Abu Jahal memulai dengan bertanya: apa yang harus dilakukan untuk mengenyahkan Muhammad dari masyarakat Mekah?
Jawaban pertama adalah “dia harus dikurung”. Dalam bahasa modern “imprisonment). Walau waktu itu penjara belum dikenal.
Tiba-tiba saja orang tua yang mengetuk pintu tadi bersuara dan menolak pendapat itu. Dia mengatakan bahwa kalau dia (Muhammad) dikurung maka boleh jadi dia masih bisa berkomunikasi dengan pengikutnya. Dan pada akhirnya pengikut dia akan memberontak.
Abu Jahal kemudian kembali bertanya: “lalu apa yang harus dilakukan untuk mengenyahkannya dia dari kota ini?”.
Seseorang berdiri dan menjawab: “kita harus buang dia ke tempat yang jauh”. Mungkin dalam bahasa modern saat ini dikirim into exile (pembuangan).
Tapi sekali lagi orang tua tadi berdiri dan menyampaikan penolakan. Alasannya karena Muhammad itu sangat kharisma. Walaupun dia tidak bersama dengan pengikutnya, mereka akan tetap simpati dan loyal kepadanya.
Abu Jahal kemudian bersuara dengan mengatakan: “saya tahu di kepala kalian pendapat yang ingin saya sampaikan ini sama. Hanya kalian tidak punya nyali untuk menyuarakannya”. Dia kemudian menyambung: “Kita harus bunuh Muhammad”.
Tiba-tiba orang tua tadi kembali bersuara: “benar Abu Jahal. Solusi satu-satunya adalah dengan membunuh Muhamad”.
Ibu Abbas mengatakan: orang tua itu adalah syetan yang hadir menjelma seolah manusia dalam pandangan syetan-syetan pemimpin kafir musyrikin ketika itu.
Pendapat Abu Jahal secara aklamasi diterima oleh peserta sidang (pertemuan). Hanya saja bagaimana mengeksekusi Muhammad dan tidak menimbulkan pertumpahan darah di antara suku-suku Mekah. Karena ketika itu kehidupan suku-suku Mekah bagaikan kehidupan “gengster”. Jika ada satu suku yang membunuh seseorang dari suku yang lain maka suku itu akan menuntut darah. Sehingga terjadi peperangan antar kabilah.
Abu Jahal kemudian memberikan solusinya. Bahwa semua kabilah kecuali Bani Hasyim akan diwakili oleh satu algojo yang akan mengeksekusi Muhammad secara bersama-sama. Dengan demikian suku Bani Hasyim tidak akan membalas karena tidak ada satu suku yang dianggap bertanggung jawab.
keputusan untuk membunuh Muhamad (SAW) malam itu menjadi keputusan yang bulat. Dan diputuskan bahwa waktu yang tepat untuk mengeksekusi Muhammad adalah di malam hari dan sesegera mungkin. Artinya jadwal pembunuhan Muhammad adalah malam esoknya (Jumat malam).
Sebelum menceritakan apa yang terjadi selanjutnya, perlu diketahui bahwa pertemuan dan rencana jahat kaum kafir Quraish itu disampaikan oleh Allah dalam Al-Quran di Surah Al-Anfal ayat 30. “Dan ingatkan ketika mereka merencanakan untuk “liyutsbituuk” (memenjarakanmu) atau “liyukhrijuuk” (mengeluarkanmu/mengusirmu) atau “liyaqtuluuk” (membunuhmu). Mereka berencana dan Allah berencana tapi sebaik-baik perencana adalah Allah”.
Malam itu juga Rasulullah SAW mendapat informasi langit (wahyu) untuk segera melakukan Hijrah. Maka keesokan harinya, di siang yang sangat Panas itu (shiddat az-zhohirah) Rasulullah bergegas ke rumah Abu Bakar untuk memberitahu bahwa malam ini juga beliau akan melakukan Hijrah ke Madinah.
Aisha (RA) yang ketika itu berumur sekitar 8 tahunan meriwayatkan cerita rinci yang terjadi siang itu. Aisha menceritakan bahwa ketika siang yang sangat panas itu hampir tidak ada orang yang beraktifitas, tiba-tiba dari kejatuhan nampak ada orang yang menuju rumahnya. Setelah mendekat dan bersuara baru ketahuan bahwa beliau adalah Rasulullah SAW.
Yang pertama beliau minta kepada Abu Bakar adalah agar rumah Abu Bakar dikosongkan karena beliau akan menyampaikan sesuatu yang sangat rahasia. Tapi Abu Bakar mengatakan “ya Rasulullah yang ada di rumah hanya keluargamu”. Karena waktu Rasulullah dan Aisha sudah tunangan sehingga keluarga Abu Bakar juga dianggap keluarga Rasulullah.
Rasulullah kemudian menyampaikan bahwa beliau telah menerima perintah Allah untuk hjjrah ke Madinah malam itu juga. Abu Bakar bertanya: “as-shuhbah ya Rasulullah?” (Apakah saya diizinkan menemanimu ya Rasul?). Beliau menjawab: “na’am” (iya benar).
Menurut Aisha dalam riwayatnya: “saya tidak pernah melihat orang menangis karena bahagia sampai saya melihat ayahku Abu Bakar menangis bahagia ketika itu”.
Abu Bakar kemudian menyampaikan kepada Rasulullah bahwa beliau telah mempersiapkan dua ekot onta untuk perjalanan itu. Satu untuk dirinya dan satu lagi untuk Rasulullah SAW. Tapi Rasulullah menolak dan mengatakan: “الا بالثمن” (kecuali Kalau saya bayar). Artinya beliau tidak mau digratiskan. Padahal Abu Bakar bagaikan saudara, bahkan mertuanya sendiri.
Siang yang menegangkan. Tapi sekaligus bagi Abu Bakar membahagiakan karena diberikan kehormatan mendampingi Rasulullah dalam perjalanan itu. Sementara Rasulullah di siang itu mengatur siasat untuk perjalanan malam harinya. Salah satunya adalah dengan menugasi Ali (Karramallahu wajhah) untuk tidur di tempat tidur beliau di malam nanti….. (Bersambung)!
Manhattan City, 24 Juli 2023
Presiden Nusanatara Foundation