Kami ingin mengajak umat Islam untuk tidak hanya berdakwah dengan kata, tapi juga dengan karya. Ujar Muchamad Arifin, ketua LDK PP Muhammadiyah
LENSADAKWAH.COM. LEBAK – Ramadhan 1446 H baru saja berlalu, namun kisah perjuangan para dai Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah masih meninggalkan jejak mendalam. Di tengah hiruk pikuk kota yang penuh kemudahan, para dai ini memilih jalan terjal: menembus pedalaman Baduy Kompol, sebuah wilayah pegunungan yang hanya bisa dijangkau dengan motor trail—atau berjalan kaki menembus becek dan lumpur.

Bukan sekadar perjalanan fisik, misi ini merupakan bagian dari program pemberdayaan mualaf yang tengah digalakkan oleh LDK PP Muhammadiyah. Di lokasi terpencil itu, seluas 2500 meter lahan telah disiapkan untuk ditanami kacang tanah. Bukan semata untuk hasil panen, namun sebagai simbol kemandirian dan keberlanjutan hidup masyarakat mualaf Suku Baduy Luar.
Ketua LDK PP Muhammadiyah, Ustaz Muchammad Arifin, menjadi saksi hidup dari perjalanan dakwah yang tidak biasa itu. Dengan kendaraan trail yang harus meniti jalan setapak berlumpur, beliau menyusuri jalur-jalur terjal yang tak bisa ditembus mobil biasa. “Kalau musim hujan, jalanan licin, dan kita harus ekstra hati-hati. Kadang motor pun tak mampu, maka kami lanjut jalan kaki,” ujarnya.
Namun di balik segala keterbatasan, tersimpan semangat besar. “Sebagai dai komunitas 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal), kami justru belajar banyak dari perjuangan Rasulullah SAW,” lanjutnya.
Ustaz Arifin mengenang kisah Rasulullah saat berdakwah di Makkah yang penuh tekanan. Rasul pernah harus berhijrah ke Thaif, namun disambut dengan lemparan batu dan penghinaan. Bahkan Rasul sempat mengirim sebagian sahabatnya untuk mencari perlindungan ke Habasya (Ethiopia) karena tekanan yang sangat berat di tanah kelahirannya.

“Dakwah di daerah 3T mungkin sulit, tapi belum sebanding dengan bagaimana Nabi kita memulai dakwah Islam. Beliau harus pindah dari satu tempat ke tempat lain, menghadapi penolakan, bahkan ancaman pembunuhan. Hingga akhirnya berhijrah ke Madinah dan membangun peradaban,” tambahnya.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa jalan dakwah tak selalu mulus. Tapi justru dalam keterbatasan, cahaya Islam terus menyala. Program pertanian kacang tanah di Baduy Kompol bukan hanya soal ekonomi. Itu adalah bentuk nyata bahwa dakwah bukan hanya di mimbar, tapi juga di ladang, di jalanan, di tengah masyarakat yang membutuhkan.
“Kami ingin mengajak umat Islam untuk tidak hanya berdakwah dengan kata, tapi juga dengan karya,” tegas Ustaz Arifin.
Dengan semangat Ramadhan yang belum padam, perjalanan dakwah LDK Muhammadiyah ini menjadi cermin bahwa dakwah sejati adalah hadir di tengah umat, memberi solusi nyata, dan menguatkan mereka untuk mandiri—meskipun harus menembus hutan dan mendaki gunung. Arifin