Budaya Lokal Jadi Benteng Radikalisme; Raden Arie Ajak Pemuda Magetan Jadi Garda Terdepan
LENSADAKWAH.COM. Magetan — Kepala Bidang Pemuda dan Pendidikan FKPT Jawa Timur, Raden Arie Mahendra Ardiatha, S.Kom., mengajak generasi muda untuk menjadikan budaya lokal sebagai benteng dalam mencegah penyebaran paham radikal dan sikap intoleransi. Menurutnya, ketika budaya dijaga dan dijalankan dengan baik, nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, serta saling menghormati akan tumbuh, sehingga masyarakat menjadi lebih kuat dan tidak mudah terprovokasi oleh ajaran-ajaran yang memecah belah.

Dalam materinya, Raden Arie menegaskan bahwa pemuda memegang peranan penting sebagai garda terdepan dalam menjaga persatuan bangsa. “Pemuda jangan hanya menjadi penonton, tetapi harus hadir sebagai duta pencegahan di lingkungan masing-masing,” ujarnya. Generasi muda, lanjutnya, harus menjadi bagian dari solusi, bukan justru terjerumus dalam arus informasi menyesatkan yang memecah belah persaudaraan.
Merawat Budaya, Menguatkan Persaudaraan
Raden Arie mencontohkan berbagai kearifan lokal di Magetan dan sekitarnya yang bisa dijadikan benteng melawan paham radikal. Salah satunya adalah Tradisi Larung Sesaji di Telaga Sarangan. Setiap tahun, masyarakat bersama pemuda terlibat dalam prosesi budaya ini, mulai dari mempersiapkan sesaji, menjaga kebersihan telaga, hingga menyambut para wisatawan. Melalui kegiatan itu, tumbuh semangat gotong royong, rasa syukur, dan kebersamaan yang kuat—nilai-nilai yang jelas bertolak belakang dengan paham radikal yang mengajarkan kebencian dan perpecahan.
Selain itu, Batik Pring Magetan juga menjadi contoh nyata peran pemuda dalam melestarikan budaya sekaligus meningkatkan kesejahteraan. Saat ini, komunitas pemuda kreatif di Magetan mengelola pembelajaran membatik, pameran karya, hingga pemasaran digital untuk memperkenalkan batik khas daerah. Dengan cara ini, pemuda tidak hanya menjaga identitas budaya, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru. “Pemuda yang sibuk berkarya dan mengembangkan potensinya akan lebih kebal terhadap ajakan kelompok yang ingin memecah belah bangsa,” tegas Raden Arie.
Budaya sebagai Ruang Dialog dan Toleransi
Tak hanya itu, tradisi Bersih Desa dan Sedekah Bumi yang rutin dilakukan di wilayah Magetan dan sekitarnya juga menjadi wadah mempertemukan berbagai lapisan masyarakat. Dalam acara tersebut, pemuda bisa mengambil peran penting, mulai dari mengatur jalannya kegiatan, mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi, hingga memanfaatkan momen itu untuk kampanye literasi digital dan melawan hoaks.
Sementara itu, keberadaan kesenian rakyat seperti reog, jaranan, campursari, hingga wayang kulit dapat menjadi media memperkuat persaudaraan antarwarga. Misalnya, dengan mengadakan festival budaya pemuda yang menyisipkan pesan-pesan perdamaian dan toleransi di setiap penampilannya. Kegiatan ini sekaligus menjadi cara efektif untuk melibatkan generasi muda dalam proses merawat budaya serta menciptakan ruang dialog yang harmonis.
Pemuda dan Tantangan Era Digital
Menurut Raden Arie, tantangan terbesar pemuda saat ini bukan hanya menjaga tradisi, tetapi juga mengisi ruang digital dengan narasi positif. Di era informasi serba cepat, paham radikal dan intoleran sering kali masuk melalui media sosial. Karena itu, pemuda perlu memiliki literasi digital yang kuat, termasuk kemampuan melakukan cek fakta, membuat konten edukatif, dan melaporkan informasi yang bermuatan kebencian.
Kegiatan sederhana seperti pengajian remaja masjid, latihan kesenian, cangkrukan, atau ngopi bareng bisa dijadikan sarana untuk berdiskusi dan saling berbagi informasi. Melalui kegiatan itu, pemuda dapat saling mengingatkan, memperkuat solidaritas, dan menjadi penggerak narasi positif di lingkungannya.
Pesan untuk Generasi Muda
Di akhir materinya, Raden Arie mengajak para pemuda untuk tidak hanya menjaga budaya, tetapi juga menghidupkannya kembali sebagai identitas dan kekuatan bangsa.
“Kalau budaya lokal kita terus hidup, radikalisme tidak akan punya ruang untuk berkembang. Jadilah pemuda yang aktif, kreatif, dan peduli pada lingkungan sosialnya. Mari kita jaga keberagaman sebagai kekuatan, bukan perbedaan yang memisahkan,” pesannya.
Dengan semangat ini, FKPT Jawa Timur berharap para pemuda Magetan dan sekitarnya dapat menjadi garda terdepan dalam merawat budaya, menjaga kerukunan, dan mencegah berkembangnya paham radikal di tengah masyarakat.