LENSADAKWAH.COM – Surabaya, Suasana Shubuh Ahad di Masjid At-Taqwa Simorejo terasa penuh kedamaian. Jamaah datang sejak dini hari untuk mengikuti Kajian Shubuh Ceria bersama Ustadz Muchamad Arifin dengan tema “Sketsa Kehidupan di Atas Garis Takdir.”

Dalam ceramahnya, Ustadz Arifin menyoroti kecenderungan sebagian manusia yang mudah menyalahkan takdir ketika menghadapi ujian hidup. Padahal, takdir bukanlah penghalang, melainkan ruang bagi manusia untuk berproses dan berjuang dengan ikhtiar, doa, dan tawakal.
“Allah memberikan kesempatan kepada setiap hamba-Nya untuk berusaha. Takdir bukan batas, tapi jalan bagi kita untuk membuktikan keimanan,” tutur beliau.
Beliau mengutip firman Allah SWT: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 11)

Ustadz Arifin menjelaskan, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah — suci tanpa dosa. Namun, lingkungan dan pergaulanlah yang kemudian menentukan arah hidup seseorang, apakah tetap berada dalam kebaikan atau justru terjerumus pada keburukan.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk menjaga kesucian diri dengan memilih lingkungan yang baik dan mendekatkan diri kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams [91]: 9–10)
Dalam menghadapi berbagai ujian dan kesulitan hidup, Ustadz Arifin memberikan resep yang diajarkan langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)
“Sabar dan shalat adalah dua kunci yang mampu menenangkan hati di tengah badai kehidupan. Orang sabar tidak menyerah, dan orang yang shalat tidak kehilangan arah,” tegasnya.
Di bagian akhir, beliau mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak dalam hiruk-pikuk dunia.
“Janganlah kita terlalu sibuk mengejar dunia. Dunia itu seperti bayang-bayang — semakin kita kejar, semakin ia menjauh. Tapi jika kita berjalan menuju Allah, dunia akan mengikuti di belakang kita,” ujarnya menutup kajian dengan penuh hikmah.
Kajian ditutup dengan doa bersama dan dilanjutkan sarapan berjamaah dalam suasana hangat, penuh keakraban, dan semangat ukhuwah. Widadi