“Dakwah yang Menyelami Relung Hati”
LENSADAKWAH.COM – Pada malam yang tenang, 12 November 2024, Aula Mitra Nusantara di BPMP DKI Jakarta dibalut dalam atmosfer penuh makna. Waktu telah menunjukkan pukul 19:30 WIB ketika Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed., sosok yang lembut namun berwibawa, berdiri di hadapan hadirin. Sang Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini berbicara dalam sesi keempat pembekalan. Kali ini, tema yang diusung begitu dalam dan menyentuh, “Dakwah Komunitas dan Pendidikan Nasional: Metode, Strategi, dan Urgensinya.”
Baginya, dakwah bukan sekadar ajakan menuju cahaya, tetapi jembatan menuju hati. Prof. Abdul Mu’ti membuka pembicaraan dengan menggambarkan arti ummat, sebuah kata yang secara tata bahasa mungkin berwujud tunggal, tetapi sejatinya adalah lambang kebersamaan yang luas, semesta yang tak berbatas. Kata ummat hadir untuk mewakili ribuan jiwa yang terikat dalam jalinan iman. Mengutip ayat “wal takum minkum” — “hendaklah ada di antara kamu…”, beliau menyentuh makna bahwa ada sebuah amanah dalam diri kita, untuk menjadi bagian dari penyebar cahaya yang melintas batas.
Dalam paparan Prof. Abdul Mu’ti, beliau meresapi bahwa para rasul, utusan Allah yang mulia, selalu berbicara dengan bahasa kaumnya. Allah mengutus mereka dengan bahasa yang dapat dipahami, membiarkan pesan ilahi terbang dengan mudah, seperti angin yang menyapa setiap daun dengan kelembutan. Dakwah, menurutnya, bukanlah memaksa untuk mengerti, melainkan menyentuh hati agar ingin mengerti. Dengan wajah berseri, beliau mencontohkan, “Jika berdakwah di Lapas, janganlah bicara tentang azab dan siksa. Sampaikanlah bahwa Allah Maha Pengampun, Allah yang membuka pintu kembali bagi jiwa yang ingin pulang.” Untuk guru honorer, bicara tentang kesabaran, untuk guru sertifikasi, bicara tentang syukur,” gurauan beliau meluncur ringan, diiringi tawa hangat yang memenuhi ruangan. Gurauan sederhana ini, mengingatkan betapa pentingnya mendekatkan hati dengan pendekatan yang relevan.
Begitu, dakwah yang tulus tidak selalu mengandalkan ayat-ayat suci atau hadits yang panjang. Kadang, kata-kata yang menyentuh hati bisa lebih berarti, menyapa dengan kelembutan yang menenangkan. “Masuk Islam itu mudah,” ujarnya, tersenyum hangat, “cukup dengan syahadat, selesai. Tidak seperti beberapa agama lain, yang kadang membuatnya lebih seperti syarat masuk perguruan tinggi.”
Melalui pendekatan yang penuh pemahaman, Prof. Abdul Mu’ti mendukung keberadaan Muallaf Center oleh LDK Muhammadiyah, tempat perlindungan hati bagi mereka yang baru memasuki Islam. Namun, dalam pandangannya, muallaf bukan sekadar mereka yang baru bersyahadat; mereka yang telah lama Muslim, tetapi belum memahami Al-Qur’an pun butuh dibimbing dengan penuh kasih. “Bimbinglah yang masih belum bisa membaca Al-Qur’an dengan benar, dengan lembut dan penuh kasih,” pesan beliau, suaranya lirih namun mendalam.
Di balik pesan itu, ada pelajaran tentang bagaimana Allah memilih rasul-rasul dari kalangan kaumnya, bukan dari tempat yang jauh. Agar setiap kata, setiap nasihat, sampai tanpa keraguan, tanpa jarak. “Kalau berdakwah kepada nelayan,” ujarnya, “lebih terasa kalau da’inya juga seorang nelayan.
Dakwah itu, tambah beliau, bukan mengundang orang untuk datang, tetapi mendatangi mereka, menyentuh mereka di tempat mereka berada. “Masuki dunia mereka, jangan hanya berdiri di mimbar. Jangan menanti, tetapi jemputlah hati mereka,” ucapnya, penuh keyakinan. Begitu besar kecintaannya pada dakwah, beliau ingin menyebarkan buku-buku di masjid-masjid, menyediakan jembatan ilmu bagi siapa pun yang datang, agar setiap jiwa memiliki kesempatan memperdalam agama dengan cara yang santun dan lembut.
Di malam itu juga, Prof. Abdul Mu’ti mengangkat isu-isu yang kerap menghantui kehidupan modern. “Orang sekarang lebih takut hamil daripada takut dosa,” ujarnya, setengah getir. Ada pula mereka yang memilih untuk tetap sendiri, tanpa menikah, atau mereka yang berpasangan tetapi tidak ingin memiliki anak. Ungkapan ini, lirih menyentuh hati. Baginya, fenomena ini adalah sinyal pergeseran nilai yang membutuhkan perhatian. Sebuah tugas bagi da’i dan pendidik untuk mendekatkan masyarakat kepada nilai-nilai Islam yang damai, tenang, dan memelihara.
Menutup malam itu, Prof. Abdul Mu’ti memberi kesimpulan yang lembut tetapi penuh arti: dakwah adalah seni merangkai kata dengan hati, bukan sekadar penyampaian pesan, melainkan penghantaran makna. “Mari kita dekatkan umat pada Islam dengan cara yang benar-benar menyentuh mereka,” pesannya, mata beliau berkilau penuh harapan. Pukul 21:00 WIB, sesi berakhir, meninggalkan gema yang tak hilang di hati para hadirin, mengajarkan mereka bahwa dakwah yang indah adalah dakwah yang menjembatani hati, bukan sekadar menggetarkan telinga.
Oleh : Ust. Ach. Fawaid, S.Hum.
Ketua LDK PDM Pamekasan Jawa Timur.