LENSADAKWAH.COM – Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim menyebutkan bahwa orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ, وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Bagi orang yang berpuasa, ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabb-nya.” (HR. Bukhari No. 1904, Muslim No. 1151)
Kebahagiaan pertama terjadi saat berbuka puasa. Setelah seharian menahan lapar dan haus, seseorang merasakan kelegaan secara fisik. Namun, lebih dari itu, berbuka juga menjadi momen spiritual yang penuh rasa syukur karena telah menyelesaikan ibadah dengan baik. Ini bukan sekadar menikmati makanan dan minuman, tetapi juga kebahagiaan karena telah menaati perintah Allah dan menyempurnakan ibadah puasa.
Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba bertemu dengan Allah di akhirat. Pahala puasa sangat istimewa karena Allah sendiri yang akan membalasnya, sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1904, Muslim No. 1151)
Hal ini menunjukkan bahwa puasa memiliki keutamaan yang luar biasa di sisi Allah, bahkan melebihi ibadah-ibadah lain. Selain itu, di akhirat kelak, orang yang berpuasa akan mendapatkan kehormatan khusus dengan masuk surga melalui pintu Ar-Rayyan, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ
“Sesungguhnya di surga ada sebuah pintu yang disebut Ar-Rayyan. Pada hari kiamat, orang-orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu itu, dan tidak ada seorang pun selain mereka yang masuk melalui pintu tersebut.” (HR. Bukhari No. 1896, Muslim No. 1152)
Bahkan, kebahagiaan terbesar yang akan dirasakan oleh orang beriman adalah saat mereka dapat melihat Allah di akhirat, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ، إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang beriman) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannya mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)
Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga merupakan ibadah yang membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kebahagiaan saat berbuka merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat Allah setelah seharian menahan diri, sementara kebahagiaan di akhirat adalah ganjaran besar dari Allah bagi orang yang berpuasa dengan tulus. Di antara balasan istimewa itu adalah kesempatan untuk melihat Allah, yang merupakan kebahagiaan tertinggi bagi kaum beriman.
Lebih jauh, puasa memiliki makna spiritual yang mendalam. Seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari perbuatan yang dapat mengurangi nilai puasanya. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta, perbuatan dosa, dan kebodohan, maka Allah tidak membutuhkan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari No. 1903)
Hadis ini menunjukkan bahwa hakikat puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga mengendalikan ucapan, hati, dan perbuatan agar selaras dengan nilai-nilai Islam. Dengan berpuasa, seorang Muslim dilatih untuk menahan hawa nafsunya, meningkatkan ketakwaan, dan semakin dekat dengan Allah.
Selain itu, puasa juga menumbuhkan empati dan kepedulian sosial. Ketika seseorang merasakan lapar dan haus, ia lebih mampu memahami kondisi mereka yang hidup dalam kekurangan. Oleh sebab itu, ibadah puasa sering dikaitkan dengan anjuran untuk memperbanyak sedekah dan amal kebaikan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ selama bulan Ramadan.
Dalam kaitannya dengan kebahagiaan di akhirat, puasa memiliki keistimewaan karena dapat memberikan syafaat pada hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ: أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ، وَيَقُولُ الْقُرْآنُ: مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ، قَالَ: فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: ‘Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat di siang hari, maka berilah aku izin untuk memberi syafaat kepadanya.’ Al-Qur’an berkata: ‘Aku telah menahannya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafaat kepadanya.’ Maka keduanya diberi izin untuk memberi syafaat.” (HR. Ahmad No. 6626, Al-Hakim No. 2341, disahihkan oleh Al-Albani)
Dengan demikian, puasa tidak hanya mendatangkan kebahagiaan ketika berbuka, tetapi juga menjadi sebab turunnya syafaat di akhirat. Orang yang berpuasa dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan akan mendapatkan balasan besar dari Allah, berupa pahala berlipat ganda, syafaat di hari kiamat, serta kebahagiaan puncak berupa kesempatan melihat Allah secara langsung di surga.
Dari seluruh pembahasan ini, jelas bahwa puasa bukan sekadar kewajiban yang harus dijalankan, tetapi juga merupakan perjalanan spiritual yang melatih kesabaran, meningkatkan ketakwaan, serta menumbuhkan kepedulian terhadap sesama. Dengan memahami dan menjalankan puasa dengan baik, seorang Muslim dapat meraih kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
Diposting oleh: Muchamad Arifin