Sinergi Agama dan Kearifan Lokal Jadi Kunci Membangun Ketahanan Masyarakat. Prof. Dr. Abd. Muhid: Cegah Radikalisme dengan Menguatkan Budaya Lokal
LENSADAKWAH.COM – Surabaya, Rabu (20/8/2025) — Dalam acara Rembuk Merah Putih yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur di kampus UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. Abd. Muhid, M.Si., selaku Wakil Rektor III UINSA, memaparkan materi bertajuk “Membangun Ketahanan Masyarakat melalui Sinergi Agama dan Kearifan Lokal”.

Dalam paparannya, Prof. Muhid menegaskan bahwa paham radikal dan ideologi intoleran hanya dapat dicegah jika masyarakat memiliki ketahanan sosial yang kuat. Salah satu strategi efektif yang dapat diterapkan adalah memanfaatkan potensi budaya dan kearifan lokal yang hidup di tengah masyarakat.
“Agama pada hakikatnya adalah inspirasi untuk mewujudkan kedamaian, bukan perpecahan. Jika nilai-nilai luhur agama dipadukan dengan kearifan lokal, maka akan tercipta harmoni sosial dan toleransi di tengah perbedaan. Inilah benteng utama kita dalam menghadapi paham radikal dan ekstrem,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Muhid menekankan bahwa pencegahan radikalisme tidak bisa hanya dilakukan melalui pendekatan hukum semata, melainkan harus menyentuh akar masalah yang memicu tumbuhnya ideologi kekerasan. Menurutnya, ada empat pilar utama dalam upaya pencegahan terorisme yang harus berjalan beriringan
Penegakan Hukum yang Tegas dan Berkeadilan
Penanganan terorisme membutuhkan sistem hukum yang tegas, adil, dan konsisten. Aparat keamanan harus memastikan setiap tindakan radikal dan aksi teror ditindak secara profesional tanpa pandang bulu. “Penegakan hukum yang transparan akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat serta melemahkan ruang gerak jaringan teroris,” jelasnya.
Mengurai Akar Masalah Sosial dan Ekonomi
Menurut Prof. Muhid, radikalisme sering berakar pada ketidakadilan sosial, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, serta rasa ketidakpuasan terhadap pemerintah. Apabila akar masalah ini tidak diselesaikan, maka propaganda ideologi radikal akan terus menemukan celah. Pemerintah dan masyarakat perlu berkolaborasi dalam mengatasi faktor penyebab ini.
Mencegah Penyebaran Radikalisme sejak Dini
Pencegahan tidak cukup hanya di tingkat penindakan, tetapi juga perlu dilakukan melalui edukasi moderasi beragama, peningkatan literasi digital, serta pemanfaatan budaya lokal sebagai media pencegahan. Nilai-nilai kearifan lokal seperti gotong royong, musyawarah, dan toleransi perlu diperkuat di keluarga, sekolah, dan komunitas. “Budaya lokal adalah fondasi ketahanan sosial masyarakat. Melalui budaya, kita bisa mengikat perbedaan dan menolak intoleransi,” tutur Prof. Muhid.
Pendekatan Humanis untuk Memutus Rantai Terorisme
Prof. Muhid menekankan bahwa deradikalisasi tidak boleh dilakukan dengan cara represif semata. Pendekatan humanis berbasis agama dan budaya menjadi kunci dalam mengembalikan mereka yang pernah terpapar agar kembali ke jalan moderasi. Kegiatan sosial, dakwah kebangsaan, dan penguatan peran tokoh agama serta tokoh adat sangat diperlukan untuk membangun kembali rasa kebersamaan.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Muhid juga menyoroti pentingnya sinergi lintas sektor antara pemerintah, akademisi, tokoh agama, tokoh adat, dan masyarakat sipil. Menurutnya, hanya dengan kerja sama dan kesadaran kolektif, Indonesia dapat membangun ketahanan sosial yang kokoh serta bebas dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Indonesia adalah bangsa yang besar dengan keberagaman budaya, agama, dan bahasa. Justru keberagaman itu adalah kekuatan kita. Jika kearifan lokal dan nilai-nilai agama dipadukan, maka kita akan memiliki pondasi yang kuat untuk mencegah masuknya ideologi yang ingin memecah belah persatuan,” pungkasnya.
Acara Rembuk Merah Putih ini diharapkan dapat menjadi ruang strategis untuk meneguhkan kembali komitmen bersama dalam menangkal paham radikal, menjaga harmoni antarumat beragama, dan memperkuat persatuan bangsa.