“ Dakwah yang Mengakar di Jiwa: Ketulusan yang Menyentuh Hati Para Mualaf ”
LENSADAKWAH.COM – Dalam balutan senja yang mulai memeluk langit Jakarta, Aula Mitra Nusantara di BPMP DKI Jakarta dipenuhi sosok-sosok bersahaja yang membawa semangat dakwah dari berbagai penjuru negeri. Pada tanggal 12 November 2024, sesi ketiga dari rangkaian pembekalan ini menghadirkan seorang figur ulama yang telah lama mewarnai perjalanan Islam di Indonesia, K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A., Ph.D., atau akrab disapa Din Syamsuddin. Sosok kelahiran 31 Agustus 1958 ini adalah tokoh terkemuka Muhammadiyah dan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005–2010 serta 2010–2015. Pada sore itu, beliau datang dengan pesan yang mendalam: Dakwah pada Komunitas Mualaf: Urgensi, Problem, dan Solusinya.
Dari pukul 15:30 hingga 17:30, di hadapan para da’i dari berbagai komunitas Islam di Indonesia, Din Syamsuddin menguraikan urgensi dakwah yang penuh kelembutan dan hikmah, khususnya bagi komunitas mualaf yang kerap membutuhkan sentuhan hati dalam memahami Islam. Menurutnya, dalam Muhammadiyah, inovasi mungkin tidak selalu dalam bentuk ritual atau tradisi, tetapi perlu ada kreativitas dalam menerjemahkan nilai-nilai Islam menjadi bahasa yang bisa dipahami dan dirasakan oleh masyarakat luas. Dengan tegas ia berkata, “Metode lebih penting daripada materi,” menegaskan bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi harus merasuk dalam jiwa dan diterima dengan pemahaman yang mendalam.
Salah satu pesan yang menyentuh peserta adalah ketika Din Syamsuddin mengutip konsep “mudarris lebih penting daripada metode, dan jiwa mudarris lebih penting daripada mudarris.” Mudarris, yang berarti pengajar, menurutnya bukan hanya harus menguasai ilmu agama, tetapi juga membawa ketulusan jiwa dalam dakwahnya. Para da’i tampak merenungkan hal ini; mereka diingatkan bahwa dakwah tidak sekadar soal ceramah atau khutbah, melainkan bagaimana setiap kata yang terucap menyampaikan cinta dan ketulusan, menjadi pelita bagi mereka yang tengah mencari makna hidup.
Di dalam aula, suasana hening dan khidmat ketika para da’i merenungi pesan ini. Mereka yang datang dari berbagai wilayah merasa tergerak, seolah-olah mendapatkan sebuah peta baru dalam perjalanan dakwah mereka. Bukan hanya mengajarkan Islam, tetapi juga membangun ikatan emosional yang lembut agar pesan agama yang mereka bawa dapat menyatu dalam jiwa para mualaf.
Saat sesi berakhir, aula tersebut dipenuhi energi baru; para peserta merasa diperkaya dengan wawasan yang segar tentang makna dakwah yang sejati. Din Syamsuddin telah membuka mata mereka bahwa kunci dakwah yang sesungguhnya adalah ketulusan, sebuah ketulusan yang mampu menyentuh hati dan membangun jembatan yang kokoh antara ilmu dan rasa.
Oleh : Ach. Fawaid S.Hum
Ketua Lembaga Dakwah Komunitas Muhammadiyah Pamekasan Madura