LENSADAKWAH.COM – Dalam lanskap keagamaan yang seringkali terbelah oleh arus ekstremisme, kegiatan dai dan khotib di Kemenag menjadi cermin reflektif. Mereka, dengan kearifan yang tumbuh dari akar tradisi dan modernitas, menabur benih-benih Islam wasathiyah—sebuah jalan tengah yang moderat dan berimbang.
Layaknya air yang mengalir lembut namun persisten, para juru dakwah ini mengikis kekerasan pandangan dengan kelembutan tutur. Mereka menawarkan perspektif yang menyejukkan di tengah gurun polarisasi. Khotbah-khotbah mereka bukan lagi sekadar retorika kosong, melainkan jembatan pemahaman antara dogma dan realitas kontemporer.
Di sudut-sudut masjid dan mimbar-mimbar kajian, terdengar gema suara yang tidak menghakimi, namun mengajak untuk merenung. Dai dan khotib ini menjadi penyambung lidah Islam yang ramah, yang merangkul keberagaman Indonesia sebagai anugerah, bukan ancaman.
Mereka menyelipkan nilai-nilai persatuan dalam setiap kata, menenun kain kerukunan dari benang-benang perbedaan.
Pesan mereka adalah obat penawar bagi luka intoleransi, meredakan demam fanatisme yang kadang membakar nalar.
Upaya mereka bukan sekadar ritual belaka, melainkan proses panjang menanam bibit perdamaian. Setiap ceramah adalah batu bata dalam membangun Indonesia yang damai, setiap diskusi adalah anak tangga menuju masyarakat yang lebih bijaksana.
Dalam diam-diam, tanpa gemuruh tepuk tangan atau sorotan kamera, para dai dan khotib ini menjadi agen perubahan. Mereka merajut kembali kain sosial yang terkoyak oleh prasangka dan ketakutan. Melalui bahasa yang lembut namun tegas, mereka mengingatkan bahwa Islam, esensinya, adalah agama yang merangkul bukan memukul , yang mengajak bukan mengejek , mencintai bukan mengintai, agama yang ramah bukan marah yang pada akhirnya membawa rahmat bagi semesta. demi menggapai ridho Rabbi Ilahi.
Sumber: Abu Fida
Tuban 26 Juni 2024