Lensadakwah.com – Festival Sastra Internasional di Desa (FSIdiD) yang bertema Merawat Tradisi Literasi Untuk Memperhalus Budi Pekerti merupakan rangkaian bulan bahasa yang dilaksanakan untuk meramaikan Banyuwangi Festival (B-Fest) dalam bentuk festival sastra yang lebih besar dibandingkan dengan festival sastra yang telah diadakan oleh panitia-panitia sebelumnya.
Acara ini berlangsung selama 2 hari (25-26/11/2022) bertempat di Agrowisata Pesona Osing Dusun Krajan Desa Yosomulyo Kecamatan Gambiran Kabupaten Banyuwangi.
Festival Sastra Internasional di Desa terselenggara berkat gagasan dan kolaborasi serta kerjasama dari Komunitas Sastra Indonesia (KSI), Forum Banyuwangi untuk Budayawan (ForBuk), Lembaga Seni Budaya dan Olahraga Pimpinan Daerah Muhammadiyah (LSBO PDM) Banyuwangi, Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia PCNU Banyuwangi, dan para Sastrawan, Seniman, Budayawan lainnya.
Narasumber dalam acara Festival Sastra Internasional di Desa ini berasal dari luar dan dalam negeri. 3 narasumber yang datang dari luar negeri yaitu: Vatosia Idealy (Madagaskar), Chanteourn Dock (Cambodia Philipina), dan Protovorio Dafun dari Filipina.
Sedangkan narasumber dari dalam negeri, yaitu:
1. Prof Dr Daniel M. Rasyidin (ITS).
2. Prof Dr Purnawan Basundoro.
3. Prof Dr Ir H M Sasmito Djati (Pimpinan Wilayah TSPM).
4. Dr Hardiman MSi (Kurator Seni Rupa, dan Dosen Undhiksa Singaraja).
5. dr Intan Andaru SpU (Dokter spesialis Urologi dan Novelis Nasional), 6. Sosiawan Leak, 7. Elbatiruno (pengarang yang juga tokoh LESBUMI PC NU Banyuwangi),
Materi yang disampaikan oleh narasumber, yaitu:
1. Sastra etnis.
2. Sastra dalam pendidikan di sekolah dan di perguruan tinggi.
3. Nilai kepentingan dan tugas sastra untuk kemanusiaan.
Semua hal yang berkaitan dengan sastra telah diceritakan oleh para narasumber yang datang dari Jogjakarta, Cirebon, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Prof Dr Daniel M Rasyid guru besar ITS yang bassicnya adalah bidang tehnik kelautan, namun salut dan peduli serta mencintai sastra dan budaya.
Di hari ke-1, Jum’at (25/11/2022) jumlah peserta 115 dari jenjang SMP/MTs. Sedangkan di hari ke-2, Sabtu (26/11/2022), peserta dari jenjang SMA/SMK, Perguruan Tinggi dan Umum menembus jumlah 200 peserta.
Para Kepala SMA/SMK Negeri/Swasta Banyuwangi kebanyakan menyambut positif dengan hadirnya acara ini, karena mendapatkan surat dari kepala cabang dinas pendidikan wilayah Banyuwangi Drs Istu Handono MPd dengan menurunkan kebijakan untuk mengirimkan peserta didiknya mengikuti festival sastra ini, akhirnya peserta membludak.
Awalnya panitia hanya menargetkan 150 peserta, namun yang hadir mencapai 200 peserta bahkan lebih.
“Kami panitia kuwalahan menyiapkan kursi karena ledakan peserta”, ujar Suyanto SPd MSi Ketua Panitia Festival Sastra Internasional di Desa.
Untuk kesuksesan acara ini, panitia mengusulkan dan meminta bantuan dana kepada Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Jakarta. Selain itu, panitia juga mengetuk para donatur yang salut pada wilayah sastra, seni, dan budaya, termasuk perguruan tinggi negeri dan swasta (PTM). Mereka merespon cepat dengan ikhlas menggelontorkan dana dan mempercayakan kepada panitia dalam pengelolaannya.
Acara ini lebih menarik lagi ketika panitia mengundang hadirkan tokoh budayawan Leak yang menggugah jiwa anak-anak muda untuk membuat puisi. Juga penampilan grup musik keroncong Melati Putih, dan tidak ketinggalan tampilan dari pelawak Glender CS. Belum lagi tokoh storrytelling Kemuning Heavenlight Yazida Risky. Gadis kelahiran tahun 2007 itu, mampu memecah kesunyian setelah tampil memukau di siang harinya. Tim kreatif kesenian dari SMP Aletheia, *ALETHEART* juga tak segan membangkitkan peserta di pagi hari.
Peristiwa budaya yang langka ini, semata-mata untuk menjenggiratkan tradisi literasi yang sudah baik hingga hari ini di Banyuwangi.
Hikmah
Literasi sastra harus dilestarikan, diturunkan, dan ditularkan kepada generasi muda, agar keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia tidak musnah ditengah-tengah peradaban zaman. Dan kemegahan suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan bangsa. Untuk itulah, keragaman yang megah dan hayati memerlukan pemahaman yang lebih realistik dalam kerangka menyelamatkan kekayaan budaya.