LENSADAKWAH.COM. Surabaya — Ahad, 18 Mei 2025 menjadi malam yang syahdu di Masjid Al-Furqon, Platuk Donomulyo, Surabaya. para muslimah duduk bersila dalam keheningan yang penuh makna, menyimak setiap kata yang disampaikan oleh Ustaz Muchamad Arifin, Ketua Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Dalam suasana yang hangat dan penuh kekhusyukan, Ustaz Arifin membawakan kajian bertema keteladanan wanita dalam sejarah Islam. Namun bukan hanya kata-kata yang ia hadirkan, melainkan sebuah kisah yang menyentuh nurani dan menggugah jiwa: kisah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim dan ibu dari Nabi Ismail ‘alaihissalam.
Ketika Cinta dan Iman Bersatu dalam Keikhlasan
“Bayangkan,” ujar Ustaz Arifin dengan suara yang lembut namun menggugah, “seorang istri yang ditinggalkan oleh suami tercintanya di tengah padang gersang, tanpa air, tanpa penduduk, hanya bersama bayinya yang masih menyusu. Itu bukan karena suami tak peduli, tapi karena Allah yang memerintah.”
Para jamaah terdiam. Seakan membayangkan betapa berat ujian yang dialami Siti Hajar. Namun beliau tidak protes. Tidak mengeluh. Tidak mempertanyakan takdir. Ia hanya bertanya satu hal: “Apakah ini perintah Allah?” Dan ketika dijawab “iya,” ia menjawab, “Kalau begitu, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Lari Kecil yang Diabadikan Menjadi Ibadah
Dengan air mata yang mulai berlinang, Ustaz Arifin melanjutkan kisah perjuangan Siti Hajar berlari dari bukit Shafa ke Marwah demi mencari air untuk bayinya, Ismail. Ia tidak menyerah. Ia berusaha. Ia tawakal. Dan dari perjuangan itu, Allah mengalirkan mata air Zamzam – air suci yang sampai hari ini menjadi sumber keberkahan.
“Saudariku, itulah keteladanan seorang wanita salehah. Lari-lari kecil Siti Hajar bukan sekadar sejarah. Allah abadikan menjadi ibadah Sa’i, bagian dari rukun haji dan umrah. Sebuah penghargaan atas keteguhan hati dan cinta yang berakar dari iman,” tutur Ustaz Arifin.
Pelajaran untuk Muslimah Masa Kini
Kajian ini bukan sekadar kisah masa lalu. Ia menjadi cermin bagi para muslimah masa kini. Tentang ketaatan kepada Allah. Tentang kesetiaan dan keikhlasan sebagai istri. Tentang tanggung jawab dan pengorbanan seorang ibu demi anaknya.
“Dalam dunia yang penuh tuntutan dan godaan hari ini, kisah Siti Hajar adalah pelita. Ia mengajarkan bahwa kekuatan perempuan bukan pada kekuasaan, tetapi pada kesabaran, doa, dan keteguhan iman,” pesan Ustaz Arifin dengan penuh empati.
Menguatkan Hati, Menggerakkan Jiwa
Tak sedikit jamaah yang terisak haru. Di antara mereka, ada yang menggenggam tangan sahabat di sebelahnya, ada pula yang menundukkan wajah, menitikkan air mata. Bukan karena duka, tapi karena rasa syukur dan semangat baru yang tumbuh dari dalam.
Kajian Ahad ba’da Isya’ itu ditutup dengan doa bersama, memohon kepada Allah agar para muslimah hari ini mampu mewarisi semangat dan keteladanan Siti Hajar—menjadi istri yang taat, ibu yang tangguh, dan hamba Allah yang setia dalam segala ujian kehidupan.
Masjid Al-Furqon hari itu bukan hanya menjadi tempat berkumpulnya tubuh, tapi juga jiwa-jiwa yang ingin didekatkan kepada Allah lewat kisah seorang wanita mulia, yang jejak langkahnya di padang pasir masih bergema hingga hari ini—dalam setiap Sa’i, dalam setiap doa.