LENSADAKWAH.COM – Surabaya, 28 Mei 2025. Pagi itu, selepas Subuh, Masjid At-Taqwa Pogot Surabaya dipenuhi jamaah yang duduk khusyuk dalam kajian rutin Rabu ba’da Subuh. Udara pagi yang sejuk terasa hangat oleh lantunan ayat-ayat suci dan hikmah penuh makna yang disampaikan oleh Ustadz Muchamad Arifin.

Dengan penuh kelembutan, Ustadz Arifin membimbing jamaah menelusuri jejak spiritual Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dalam mencari Tuhan yang sejati, dengan mengupas secara mendalam QS. Al-An’am ayat 76 sampai 80. Dalam ayat-ayat ini, Allah menggambarkan pergolakan batin seorang Ibrahim muda yang menolak untuk tunduk pada tradisi syirik kaumnya.
“Ketika malam telah gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bintang itu tenggelam, dia berkata, ‘Saya tidak suka kepada yang tenggelam.’” (QS. Al-An’am: 76)
“Kemudian ketika dia melihat bulan terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku.’ Tetapi ketika bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.’” (QS. Al-An’am: 77)
“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, ‘Inilah Tuhanku, ini lebih besar.’ Tetapi ketika matahari itu terbenam, dia berkata, ‘Wahai kaumku! Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.’” (QS. Al-An’am: 78)
“Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Al-An’am: 79)
“Dan kaumnya membantahnya. Dia berkata, ‘Apakah kamu hendak membantah tentang Allah, padahal Dia telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada apa yang kamu persekutukan dengan-Nya…’” (QS. Al-An’am: 80, awal)
Ketika Ustadz Arifin memutar video visualisasi yang menggambarkan detik-detik Nabi Ibrahim dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup karena menentang keyakinan kaumnya, suasana mendadak menjadi sangat hening. Gema video diselingi isak haru para jamaah yang tersentuh oleh keteguhan sang Nabi.
“Bayangkan, seorang pemuda sendirian melawan tatanan zaman yang syirik. Dibakar bukan karena kriminalitas, tapi karena tauhid,” ujar Ustadz Arifin dengan suara yang menahan haru.
Kajian pagi itu bukan sekadar pelajaran tafsir, tapi pengalaman spiritual yang menggugah jiwa. Jamaah pulang membawa bukan hanya ilmu, tetapi juga renungan mendalam: bahwa iman sejati adalah keberanian untuk tetap berdiri di jalan kebenaran meski seluruh dunia menolak.