LENSADAKWAH.COM – Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah berikhtiar semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan dai di daerah 3T ( tertinggal, terdepan, dan terluar) yang berada di penjuru pelosok tanah air.
Hal di atas yang disampaikan Muchamad Arifin setelah melakukan pendampingan bagi da’i yang bertugas di daerah Kupang Nusa Tenggara Timur, kususnya di Pulau Kera pada Kamis, 5 Desember 2024.
Pasalnya para dai LDK Muhammadiyah yang bertugas di Kupang ketika mau menuju komunitas binaan pada suku Bajo di Pulau Kera harus menyeberang dengan perahu kecil dengan jarak tempuh ± 45 menit, dengan catatan cuaca sedang baik-baik saja.
Cerita menarik dari perjalanan dai LDK Muhammadiyah, yaiti Humaira Qulsum Blegur dan Cici Usratussaidah saat menyeberang menuju pulau Kera. Tiba-tiba perahu yang di tumpangi mesinnya mati, maka mau tidak mau akhirnya harus menerima keadaan dengan kondisi terapung cukup lama ditengah laut sambil nunggu mesin diperbaiki.
Bukan hanya masalah transpotasi saja yang menjadi tantangan berdakwah di suku Bajo pulau Kera ini. Melainkan juga konsisi di pulau tersebut, yang maaih memiliki keterbatasan akses air bersih, listrik, dan fasilitas umum lainnya menjadi tantangan yang berat.
Meskipun masalah dan tantangan bagi dai LDK Muhammadiyah yang di tugaskan di suku Bajo tersebut cukup berat, namun dai LDK tetap bertahan karena masyarakatnya sederhana, dan menjaga erat nilai-nilai kebersamaan dalam menjalani hidup, menjadikan para dai tidak lelah untuk terus berdakwah.
Tim LDK PP Muhammadiyah bersama para dai saat foto besama dengan guru yang bertugas di Pulau Kera, Kupang NTT
Beberapa Catatan di Pulau Kera Kupang, NTT
Kehidupan sehari-hari masyarakat di Pulau Kera, Kupang, NTT, umumnya sangat sederhana dan bergantung pada alam. Berikut gambaran umum kehidupan mereka:
- Mata Pencaharian
Nelayan Tradisional: Sebagian besar penduduk Pulau Kera adalah nelayan. Mereka menangkap ikan, cumi-cumi, atau hasil laut lainnya dengan perahu tradisional. Hasil tangkapan dijual ke Kupang atau digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Pengolahan Hasil Laut: Beberapa warga mengolah ikan menjadi ikan asin untuk dijual atau disimpan.
- Akses Kehidupan Dasar
Air Bersih: Air bersih menjadi tantangan besar. Karena tidak ada sumber air tawar di pulau ini, warga biasanya mengandalkan kiriman air dari luar, seperti dari Kupang.
Listrik: Tidak semua rumah memiliki listrik. Sebagian mengandalkan genset atau panel surya sederhana untuk penerangan.
Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan: Pulau ini minim fasilitas umum seperti klinik atau sekolah formal. Anak-anak yang ingin melanjutkan pendidikan biasanya harus ke Kupang.
- Kondisi Tempat Tinggal
Rumah-rumah di Pulau Kera biasanya berbentuk sederhana, terbuat dari kayu dan atap daun lontar atau seng.
Lingkungan mereka dikelilingi pasir putih dan laut yang biru, memberikan suasana alam yang indah tetapi rawan terkena angin kencang atau pasang laut.
- Interaksi Sosial
Komunitas masyarakat di Pulau Kera erat dengan tradisi gotong royong. Setiap kegiatan, seperti perbaikan rumah atau acara adat, dilakukan bersama.
Mayoritas penduduk berasal dari suku Bajo, sehingga budaya maritim sangat kental.
- Tantangan Hidup
Minimnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur sering menjadi kendala.
Perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu dapat memengaruhi hasil tangkapan nelayan.
Meskipun menghadapi banyak keterbatasan, masyarakat Pulau Kera dikenal tangguh, sederhana, dan menjaga erat nilai-nilai kebersamaan dalam menjalani hidup.